Pembuatan Titanium


Titanium merupakan logam transisi dilambangkan dengan simbol Ti, memiliki berat yang ringan, berwarna perak abu-abu dan dengan nomor atom 22 dan berat atom 47,90. Ti memiliki kerapatan 4510 kg/m3, yang berada antara kepadatan dari aluminium dan stainless steel. Ti memiliki titik lebur sekitar 3032°F (1.667°C) dan titik didih 5.948 ° F (3.287°C). Ti berperilaku kimia mirip dengan zirkonium dan silikon. Ti memiliki ketahanan korosi yang sangat baik dan kekuatan tinggi untuk perbandingan berat. Titanium termasuk logam yang paling berlimpah keempat, sekitar 0,62% dari kerak bumi. Titanium tidak pernah ditemukan dalam bentuk murni, melainkan sebagai oksida di dalam mineral Ilminite (FeTiO3), Rutile (TiO2) , Sphene (CaO– TiO2–SiO2), anatase, brookite, leucoxene, perovskit, dan rutil. Ada 2 bentuk allotropic dan 5 isotop alami dari unsur ini; Ti-46 sampai Ti-50 dengan Ti-48 yang paling banyak terdapat di alam (73,8%). Salah satu karakteristik Titanium yang paling terkenal adalah sifat yang sama kuatnya dengan baja namun hanya dengan 60% berat baja. Unsur Titanium terdapat dalam bentuk senyawa : TiB2(Titanium Borida), TiC(Titanium Carbida), TiO2( Titanium Dioksida), TiN (Titanium Nitrida). Titanium juga dijumpai pada Meteorit dan ditemukan pada Matahari dan bintang jenis M. Batuan yang dibawa dari bulan pada misi Apollo-17, mengandung TiO2 12,1%.

Walaupun titanium melimpah di alam, namun untuk mendapatkan unsur ini membutuhkan proses yang panjang dan dengan biaya yang mahal. Beberapa metode yang digunakan dalam proses pembuatan titanium yaitu dengan menggunakan proses Kroll, Proses Van Arkel dan De Boer, dan Proses J. Meggy dan M.Prieto.
1.      Proses Kroll
Beberapa langkah-langkah yang terdapat dalam proses ini yaitu ekstraksi, pemurnian, produksi spons, pembuatan paduan, dan membentuk.
·         Titanium dialam terdapat dalam bentuk bijih seperti rutil (TiO2) dan ilmenit ( FeTiO3). Rutil digunakan dalam bentuk alami, sedangkan ilmenit diproses untuk menghilangkan zat besi yang terdapat di dalamnya, sehingga mengandung titanium dioksida paling sedikit 85%. Rutil dimasukkan ke dalam reaktor fluidized bersama gas klor dan karbon. Materi tersebut dipanaskan sampai 1.652°F (900°C) dan hasil reaksi kimianya adalah titanium tetraklorida murni (TiCl4) dan karbon monoksida. Mekanisme reaksinya yaitu:
TiO2 + Cl2 àTiCl4 + CO2
·         Logam kemudian dimasukkan ke dalam tangki penyulingan besar dan dipanaskan. Proses ini menggunakan metode destilasi fraksional dan presipitasi untuk memisahkan kotoran karena kebanyakan pada proses pertama kotoran juga ikut terklorinasi . sehingga kotoran harus dihilangkan, kotoran yang dihilangkan yaitu klorida logam termasuk besi, vanadium, zirkonium, silikon, dan magnesium. Pada proses ini dihasilkan cairan tidak berwarna.
·         Selanjutnya, setelah dimurnikan titanium tetraklorida ditransfer (dalam bentuk cairan) ke bejana reaktor stainless steel. Kemudian ditambahkan magnesium dan reactor tersebut dipanaskan sampai ±2012°F (1.100°C). lalu, Argon dipompa ke dalam wadah sehingga udara akan dihilang dan umtuk mencegah terkontaminasi oleh oksigen atau nitrogen. Magnesium bereaksi dengan klor menghasilkan magnesium klorida cair sehingga menghasilkan padatan titanium murni.
·         Kemudian padatan titanium dikeluarkan dari dalam reaktor dan kemudian dengan menggunakan air dan asam klorida untuk menghilangkan kelebihan magnesium dan magnesium klorida. Padatan yang dihasilkan adalah logam berpori yang disebut spons. Mekanisme reaksinya yaitu:
TiCl4 + 2Mg à Ti + 2MgCl2
·         Spons titanium murni kemudian diubah menjadi elektroda(lempengan) spons melalui tanur-elektroda. Pada proses ini, spons dicampur dengan berbagai macam besi dan dilas sehingga menghasilkan elektroda spons.
·         Lalu elektroda spons ditempatkan dalam vakum tungku busur  untuk dicairkan. Dalam wadah air-cooled tembaga busur listrik, elektroda spons dilelehkan untuk membentuk ingot. Semua udara dalam wadah dihilangkan (membentuk ruang hampa) atau atmosfer diisi dengan argon untuk mencegah kontaminasi, akhirnya akan membeku dan  membentuk batangan titanium murni.


2.      Proses Van Arkel dan De Boer
Dengan menggunakan proses Van Arkel dan De Boer, pembuatan logam Titanium dari biji Titanium seperti Rutile, Anatase dan Ilminite dapat dilakukan dengan cara reduksi dengan aluminium yang selanjutnya akan di iodinasi dari produk yang diperoleh dari proses  reduksi. Hasil iodinasi ini direaksikan dengan Potassium Iodida pada suhu 100 – 200 °C. Kemudian Titanium Tertraiodida dipisahkan dari Potassium Iodida sehingga akan membentuk logam titanium melalui dekomposisi panas atau reduksi pada suhu 1.300 – 1.500 °C. Proses ini menggunakan titanium iodida dengan kemurnian yang tinggi, tetapi harganya mahal sehingga membuat titanium melalui metose ini sangat kurang ekonomis (Hard dkk, 1983).

3.    Proses J. Meggy dan M.Prieto
Dengan menggunakan proses J. Meggy dan M.Priet, pembuatan logam Titanium dari bijih Ilminite dapat dilakukan dengan cara Flourinasi. Bijih Ilminite diflourinasi dengan garam flousilikat seperti K2SiF6, Na2SiF6 pada suhu 350–950 °C selama 6 jam. Selanjutnya besi dan Ti dikonversikan ke flourida dengan cara dileaching dari bijih flourinasi dengan larutan encer seperti HF, HCl dan H2SO4 pada suhu 60–95 °C selama 2jam. Setelah proses leaching, larutan dapat dievaporasi dan didinginkan untuk mengendapkan floutitanat. Endapan floutitanat dapat ini kemudian disaring dan dikeringkan pada suhu 110–150 °C. Kemudian mereduksinya menjadi logam Ti. Metode ini merupakan pengontakan floutitanat dengan campuran zinc–aluminium pada suhu 400–1.000°C. Sehingga aluminium flourida akan terpisahkan sebagai produk samping dalam bentuk cryolite. Campuran lelehan logam zinc–titanium dipisahkan dengan cara destilasi pada suhu 800–1.000°C sehingga diperoleh zinc pada produk destilat dan titanium sponge pada produk akhir (Hard dkk, 1983).

Komentar