METODE KJELDAHL
Metode Kjeldahl dikembangkan pada
tahun 1883 oleh pembuat bir bernama Johann Kjeldahl.
Makanan didigesti dengan asam kuat sehingga melepaskan nitrogen yang dapat ditentukan
kadarnya dengan teknik titrasi yang sesuai. Jumlah protein yang ada kemudian
dihitung dari kadar nitrogen dalam sampel. Metode ini merupakan metode
yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein, dan
senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis
dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat.
Setelah pembebasan alkali dengan kuat, amonia yang terbentuk disuling uap
secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.
Prinsip dasar yang sama masih digunakan hingga sekarang, walaupun dengan modifikasi
untuk mempercepat proses dan mencapai pengukuran yang lebih akurat. Metode ini masih
merupakan metode standart untuk penentuan kadar protein. Karena metode Kjeldahl tidak
menghitung kadar protein secara langsung, diperlukan faktor konversi (F) untuk
menghitung kadar protein total dan kadar nitrogen.
Faktor konversi 6,25 (setara dengan 0,16 g nitrogen per gram protein) digunakan untuk
banyak jenis makanan, namun angka ini hanya nilai rata-rata, tiap protein
mempunyai faktor
Analisa protein cara Kjeldahl
pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses
destilasi dan tahap titrasi.
1. Tahap destruksi
Pada tahapan ini sampel dipanaskan
dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya.
Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan
nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses
destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1).
Gunning menganjurkan menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan
katalisator tersebut titk didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi
berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi,
kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat mempercepat proses
oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga mudah mengadakan
perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya.
2. Tahap destilasi
Pada tahap destilasi, ammonium
sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan
dipanaskan. Agar supaya selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun
pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan
logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam
khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak
antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi
tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan
berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP.
3. Tahap titrasi
Apabila penampung destilat
digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida yang bereaksi dengan ammonia
dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat
perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik
bila menggunakan indikator PP.
%N = × N. NaOH × 14,008 × 100%
Apabila penampung destilasi
digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia
dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan indikator
(BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru
menjadi merah muda.
%N = × N.HCl × 14,008 × 100 %
Setelah diperoleh %N, selanjutnya
dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor
perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun
protein dalam suatu bahan.
Keuntungan dan Kerugian
a. Keuntungan
:
· Metode Kjeldahl digunakan secara luas di seluruh dunia dan masih merupakan
metode standar dibanding metode lain.
· Sifatnya yang
universal, presisi tinggi dan reprodusibilitas baik membuat metode ini banyak
digunakan untuk penetapan kadar protein.
b. kerugian
· Metode
ini tidak memberikan pengukuran protein sesungguhnya, karena tidak semua
nitrogen dalam makanan bersumber dari protein.
· Protein
yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena susunan residu asam
amino yang berbeda.
· Penggunaan
asam sulfat pada suhu tinggi berbahaya, demikian juga beberapa katalis
Komentar